Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Translate

Sabtu, 22 Oktober 2016

20 Cara Menguatkan Iman Kepada ALLAH



Perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui dan meningkatkan  iman? 
Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-‘Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar’i

Sebab, Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”

Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah.” (Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah

Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.


9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadits-hadits Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas, timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah swt.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara: 205-207)

“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (Yunus: 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu tertentu seperti bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’

Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.

Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no. 4118)

Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.

Minggu, 28 Februari 2016

TAHAPAN HAMBA ALLAH MENUJU MAKRIFATULLAH

Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa Ma’rifat itu merupakan tujuan pokok, yakni mengenal Allah yang sebenar-benarnya dengan keyakinan yang penuh tanpa ada keraguan sedikitpun (haqqul yaqin). Menurut Imam Al-Ghazali : “ Ma’rifat adalah pengetahuan yang tidak menerima keraguan terhadap Zat dan Sifat Allah SWT “. Ma’rifat terhadap Zat Allah adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah adalah wujud Esa, Tunggal dan sesuatu Yang Maha Agung, Mandiri dengan sendiri-Nya dan tiada satupun yang menyerupai-Nya. Sedangkan ma’rifat Sifat adalah mengetahui dengan sesungguhnya Allah itu Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Mendengar dan Maha Melihat dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dari mengetahui tentang Zat dan Sifat Allah, maka selanjutnya Al-Ghazalipun memberi kesimpulan bahwa : “ Ma’rifat adalah mengetahui akan rahasia-rahasia Allah, dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada “ lebih lanjut ditegaskannya bahwa : “ Ma’rifat itu adalah memandang kepada wajah Allah SWT “. Ma’rifat itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan Hakekat. Dengan kata lain datangnya ma’rifat adalah karena terbukanya Hakekat.
Taftazany menerangkan dalam kitab “Syarhul Maqasid” : “Apabila seseorang telah mencapai tujuan akhir dalam pekerjaan suluknya (ilallah dan fillah), pasti ia akan tenggelam dalam lautan tauhid dan irfan sehingga zatnya selalu dalam pengawasan zat Tuhan (tauhid zat) dan sifatnya selalu dalam pengawasan sifat Tuhan (tauhid sifat). Ketika itu orang tersebut fana (lenyap dari sifat keinsanan). Ia tidak melihat dalam wujud alam ini kecuali Allah (laa maujud ilallah).”
Dalam hal ini, seperti apa yang dialami oleh Imam Al-Ghazali dimana ketika orang mengira bahwa Imam Al-Ghazali telah wusul – mencapai tujuannya yang terakhir ke derajat yang begitu dekat kepada Tuhan, maka Imam Al-Ghazali berkata : “Barangsiapa mengalaminya, hanya akan dapat mengatakan bahwa itu suatu hal yang tak dapat diterangkan, indah, utama dan jangan lagi bertanya”. Selanjutnya Imam Al-Ghazali menerangkan : “Bahwa hatilah yang dapat mencapai hakekat sebagaimana yang tertulis pada Lauhin Mahfud, yaitu hati yang sudah bersih dan murni. Tegasnya tempat untuk melihat dan Ma’rifat kepada Allah ialah hati.”
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “Madarijus Salikin “ : “Ma’rifat adalah suatu kedudukan yang tinggi dari kedudukan orang-orang mu’min (disisi Allah) dan derajat yang tertinggi dari derajat orang-orang yang mendaki menuju alam surgawi “. Selanjutnya beliau berkata : “Bahwa seseorang tidak dikatakan memiliki ma’rifat terkecuali mengetahui Allah SWT melalui jalan yang mengantarkannya kepada Allah, mengetahui segala bentuk penyakit atau penghalang yang ada pada sisinya, yang mengakibatkan terhambatnya hubungan dirinya dengan Allah, yang mana kesemuanya itu ia saksikan dengan ma’rifatnya. Jadi, orang ma’rifat adalah orang yang mengetahui Allah melalui media nama-nama-Nya, sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Kemudian berhubungan dengan Allah secara tulus, bersikap ikhlas dan sabar terhadap-Nya dalam menjauhi segala bentuk perbuatan maksiat serta meneguhkan niatnya. Berusaha untuk menanggalkan budi pekerti yang buruk serta penyakit yang merusak. Mensucikan dirinya dari berbagai bentuk kotoran dan kemaksiatan. Bersabar atas hukum-hukum Allah dalam menghadapi segala nikmat-Nya (tidak terlena), dan musibah yang menimpanya (tidak putus asa). Lalu berdakwah menuju jalan Allah berdasarkan pengetahuannya terhadap agama dan ayat-ayat-Nya. Berdakwah hanya menuju kepada-Nya dengan apa yang dibawa utusan-Nya (yaitu Nabi Muhammad SAW), dengan tidak ditambahi dengan pandangan-pandangan akal manusia yang sesat, kecendrungan-kecendrungan mereka dan hasil kreasi mereka, kaidah-kaidah dan logika-logika mereka yang menyesatkan. Dengan kata lain tidak mengukur risalah yang dibawa oleh Rasulullah dari Allah dengan kesemuanya itu diatas. Orang seperti inilah yang layak menyandang gelar sebagai orang yang ma’rifat kepada Allah, sekalipun banyak orang memberikan panggilan atau julukan yang lain kepadanya”.
Dibawah ini kami cantumkan beberapa khazanah perbendaharaan ma’rifat yang dihimpun oleh Prof. Dr. M. Faiz Al-Math dalam bukunya yang berjudul “Puncak Ruhani Kaum Sufi” diantaranya sebagai berikut :
1. Pendekatan kita kepada Allah adalah pendekatan ilmu, sebab mustahil terjadi suatu pendekatan kepada kebenaran Allah tanpa ilmu.
2. Barangsiapa yang mengenal Allah, maka ia akan menangkap kebesaran kuasa Allah dalam segala sesuatu. Jika ia yang selalu ingat (berzikir) kepada Allah, maka ia akan melupakan yang lain kecuali Allah. Dan siapa saja yang mencintai Allah, maka ia akan mencintai dan melaksanakan ajaran-Nya dan mencampakkan ajaran lain
3. Jika kita menginginkan pintu rahmat terbuka luas, resapilah dalam sanubari akan nikmat yang dianugerahkan Allah kepadamu. Dan jika kita berharap agar hati kita merasa takut akan siksa, renungilah kelalaian kita dalam mengabdi kepada – Nya.
4. Tanda-tanda seseorang ‘aulia’ yang arif adalah senantiasa memelihara rahasia antara dia dengan Allah, tangguh dalam menghadapi cobaan yang merintangi kehidupannya. Lebih-lebih pada cobaan yang diciptakan manusia ia selalu membalasnya dengan cara yang lebih bijaksana. Mengingat tingkat intelektual mereka (tiap orang) tidak sama.
5. Barangsiapa menyadari, bahwa Allah senantiasa mengingin kan kita menjadi orang baik dan Allah lebih memahami tentang hal-hal yang mengundang kemaslahatan, maka artinya kita mampu mensyukuri nikmat Allah dan berhati tentram.
6. Bila kita berkeinginan melacak sampai dimana derajat kita di sisi Allah, maka renungilah perbuatan kita sendiri kegigihan kita dalam beribadah dan sebagainya.
7. Ma’rifat terbangun atas tiga fondasi ; Takut kepada Allah, Malu kepada Allah dan Cinta kepada Allah.
8. Orang Arif adalah orang yang tidak pernah berhenti untuk berdzikir, tak enggan dalam menunaikan ibadah dan senang berdialog dengan Allah. Sehingga tercetak dalam lubuk hatinya sikap enggan bercengkrama dengan hal sia-sia yang tidak dilatarbelakangi manfaat agama.
9. Alangkah janggalnya jika seseorang yang telah menyaksikan ke Maha Kuasaan Allah, namun dia mendurhakai-Nya. Kemanakah dia akan lari untuk mencari tempat perlindu ngan, sedangkan ia menganggap bahwa Allah selalu mengawasi sepak terjangnya. Bagaimana akan berlalai-lalai jika ia merasakan nikmat Allah selalu datang silih berganti kepadanya.
10. Kearifan laksana tanah yang bisa diinjak-injak oleh orang baik dan buruk. Ia bagaikan awan yang mampu mengayomi segala sesuatu, dan bagaikan hujan yang akan jatuh kepada teman maupun lawan.
11. Kearifan, adalah bukanlah apa yang dapat dikeruhkan oleh segala sesuatu. Justru sebaliknya segala sesuatu akan tampak jernih.
12. Ma’rifat kepada Allah sebagai intensitas seseorang hingga menimbulkan rasa malu dalam hatinya, rasa malu kepada Allah yang didasarkan pada rasa mengagungkan. Sebagaimana tauhid merupaka pembangkit rasa puas (rela) terhadap takdir dan timbul rasa berserah diri kepada Zat Yang Maha Pengatur.
13. Ma’rifat, bila telah mendarah daging, maka menjadikan kehidupan seseorang akan jernih (tidak tertindih oleh kepedihan-kepedihan hidup) pencariannya akan bersih dari hal-hal atau unsur-unsur yang haram. Segala sesuatu akan segan kepadanya. Rasa takut kepada sesama mahluk akan lenyap dari hatinya dan akan cenderung untuk menyibukkan diri dalam ibadah kepada Allah.
14. Orang yang memandang sesuatu di dunia ini dari kaca mata ma’rifatnya, walau sesuatu itu dipandang, namun yang tergambar dalam benaknya adalah kekuasaan Allah. Oleh karena itu, mata boleh menangis lantaran melihat cobaan yang menimpa, namun hatinya bersukacita lantaran dosa-dosa yang telah lampau terhapuskan oleh musibah itu.
15. Belum merasa puas orang arif ketika ia meninggalkan dunia terhadap dua perkara, yaitu ; Meratapi terhadap kekurangan dalam beribadah dan Kurangnya banyak memuji Tuhannya.
Selanjutnya mengenai perjalanan menuju Allah sebagaimana tersebut di atas, dengan tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan yaitu Syari’at, Thariqat, Hakekat, dan Ma’rifat M. S. Resa menyimpulkan dalam bukunya yang berjudul “Mencari Kemurnian Tauhid (Keesaan Allah)” sebagai berikut :
· Syari’at adalah perbuatan (jasad) si hamba dalam melaksanakan ibadah kepada Allah harus dengan semurni-murninya ibadah.
· Thariqat adalah jalan (hati) untuk menuju kesuatu tujuan yang diridhai Allah, dengan hati yang bersih dan ikhlas atas segala perbuatan dan menerima cobaan Allah SWT.
· Hakekat (nyawa) adalah tujuan untuk mencapai keridhaan Allah sehingga terbukti adanya “diri yang hakiki” yang kita hanya dapat merasakan dan sadari, bahwa diri yang yang keluar dari diri, sehingga kita dapat membuktikan dengan kesadaran yang hakiki tentang Kekuasaan Allah, tentang Rahasia Alam, tentang Alam Ghaib dan lain-lainnya.
· Ma’rifat (Rahasia Allah), adalah sampainya suatu tujuan sehingga terwujud suatu kenyataan dan terbukti kebe narannya (tidak diragukan lagi).
Dari bahasan tersebut diatas maka dapat kita simpulkan bahwa hamba yang akan berjalan menuju Allah swt, harus melalui tahapan-tahapan (marhalah-marhalah) yaitu melalui : Syari’at, Thariqat, Hakikat dan Ma’rifat, atau dengan kata lain harus menempuh proses empat tahapan diantaranya :
– Pertama : Marhalah Amal Lahir artinya berkekalan melakukan amal ibadah baik yang wajib ataupun yang sunnah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw atau disebut usaha menghias diri dengan Syari’at.
– Kedua : Marhalah Amal Bathin atau Muraqabah yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mensucikan diri dari maksiat lahir dan bathin (takhalli) dengan cara taubat dan istighfar, memperbanyak dzikir dan shalawat, menunduk kan hawa nafsu dan menghiasi diri dengan amal terpuji/mahmudah lahir dan bathin (tahalli) atau disebut menjalankan Thariqah.
Pada tahap ini, setelah hati dan rohani telah bersih karena terisi oleh taubat dan istighfar, dzikir-dzikir dan shalawat, maka dengan rahmat Allah datanglah Nur yang dinamakan Nur Kesadaran.
– Ketiga : Marhalah Riyadhah dan Mujahadah yaitu berusaha melatih diri dan melakukan jihad lahir dan bathin untuk menambah kuatnya kekuasaan rohani atas jasmani, guna membebaskan jiwa dari belenggu nafsu duniawi, supaya jiwa itu menjadi suci bersih bagaikan kaca yang segera dapat menangkap apa-apa yang bersifat suci, sehingga akan beroleh berbagai pengetahuan yang hakiki tentang Allah dan kebesaran-Nya. Pada tahap ini, mulailah jiwa sedikit demi sedikit merasakan hal-hal yang halus serta rahasia, merasakan kelezatan dan kedamaian, dan merasakan nikmatnya iman dan taqwa dalam jiwanya. Kemudian selanjutnya datanglah kasyaf/keterbukaan mata hati, menyusul terbuka hijab sedikit demi sedikit sehingga sampailah ia kepada Nur Yang Maha Agung sebagai puncak tahap/marhalah ketiga. Nur ini dinamakan Nur Kesiagaan yakni kesiagaan dalam muhadarah bersama Allah. Tahap ini juga disebut Tahap Hakikat.
-Keempat : Marhalah Fana-Kamil yaitu jiwa si salik telah sampai kepada martabat syuhudul haqqi bil haqqi yakni melihat hakekat kebenaran. Kemudian terbukalah dengan terang berbagai alam rahasia baginya yaitu rahasia-rahasia ke-Tuhanan/Rabbani. Dalam pada itu berolehlah dia nikmat besar dalam mendekati Hadrat Ilahi Yang Maha Tinggi. Tahap ini juga disebut dengan Tahap Ma’rifat. Dalam situasi seperti inilah dia menemukan puncak mahabbah dengan Allah, puncak kelezatan yang tiada pernah dilihat mata, tiada pernah di dengar telinga, dan tiada pernah terlintas dalam hati sanubari manusia, tidak mungkin disifati atau dinyatakan dengan kata-kata. Pada marhalah ini sebagai puncak segala perjalanan, maka datanglah Nur yang dinamakan Nur Kehadiran.
SEKITAR MASALAH THARIQAT

Pada mulanya thariqat itu belum ada dalam agama Islam, akan tetapi, untuk memasuki dunia shufi atau tashawuf memerlukan suatu cara atau jalan agar dapat mencapai tujuan utama yang ingin dicapai seseorang dalam lapangan tashawuf. Dari situ maka timbullah cara pendakian dari suatu maqam  ke maqam lainnya yang disebut thariqat.
Timbulnya thariqat dalam tasyawuf pada mulanya disebabkan oleh adanya pengalaman dan pandangan para tokoh shufi yang beraneka macam meskipun pada hakkikatnya bertujuan sama. Jalan yang mereka tempuh untuk mencapai tujuan antara satu dengan yang lainnya berlainan,termasuk juga berbeda dengan yang ditempuh oleh ulama’ salaf, mutakallimun, dan para filosof.
Dalam hal tingkah laku orang-orang sufi, terdapat ciri-ciri yang sekaligus merupakan sifat dari mereka. Sebagaimana uraian tokoh shufi terkenal Abu Hafas  Syihabuddin Umar bin Muhammad bin Abdillah bin ‘Amawih As Suhrawardi yang mengatakan bahwa tingkah laku orang mutashawwifin ada dua sebagaimana terkandung dalam Al-quran (Q.S. Syura:13). Keadaan yang pertama adalah mahbubun-muroodun, yaitu orang yang dicintai dan di kehendaki tuhan. Yang kedua adalah jalannya orang yang disebut muhibbun muriddun, yaitu orang-orang yang cinta pada Allah dan menyiapkan dirinya menuju jalan Allah.
Selanjutnya thariqat atau jalan untuk memasuki tasawuf ada beberapa cara. Oleh karena kaum shufi dalam mencapai ma’rifat tidak dari kitab dan guru,  melainkan dnegan menjalankan dan melaksanakan tashawuf dengan segala latihan, maka thariqat yang ditempuh adalah:
1.    Tajarrud, yaitu melepaskan diri dari godaan dan ikatan dunia fana’ ini sebab dunia selalu melalaikan serta mengganggu manusia dalam beribadah kepada Allah.
2.    Uzlah, yaitu menyisihkan diri dari pergaulan masyarakat ramai, menjauhkan diri dari simpang siur pergaulan dunia.
3.    Faqr, yaitu tiada mempunyai apa-apa dalam kategori hitungan dunia.
4.    Dawamus sukut, yaitu tiada berkata kata yang tiada bermanfaat.
5.    Qilatul akli/dawamus shoum, maksudnya sedikit makan inklusif minum.
6.    Dawamus sahr/qiyamullail, maksudnya senantiasa berjaga-jaga diwaktu malam dengan memperbanyak berdikir, tashbih, tahlil, dan dzikir-dzikir lainnya.
7.    Safar, yaitu pergi berkelana, tana membaw bekal apa-apa. Di sini dimaksudkan untuk menyempurnakan ilmu dari ajaran thariqat yang diberikan gurunya.

B.     MENEMPUH JALAN TASAWUF
Setelah mengetahui secara sekilas cara-cara memasuki lapangan tashawuf, maka langkah selanjutnya adalah menempuh jalan tasawuf. Jalan tasawuf disini dimaksudkan adalah usaha pendekatan diri kepada Allah yang melalui beberapa pendakian dari satu tingkat ketingkat lainnya yang lebih tinggi.hal ini dimaksudkan agar dapat mencapai tujuan utama bertasawuf. Selanjutnya agar seorang shufi benar-benar dapat mencapai tujuan utama tashawuf itu, menurut kitab kifayatul atqiya’ maka harus menempuh langkah langkah sebagai berikut:
1.      Syari’at
Bagi kaum mutashawwifin sebelum memasuki lebih jauh pada inti pokok ajaran tasawuf, terlebih dahulu haruslah memahami secara mendalam masalah syari’at. Syari'at tidak bisa ditinggalkan karena syari'at adalah unsur pokok bagi unsur-unsur berikutnya. Antara syari'at, Thariqat, hakikat, dan ma'rifat  harus selalu berhubungan erat dan saling melengkapi. Dan thariqat tanpa syari'at jelas batal.
Dari keterangan-keterangan di atas,  jelas dimana letak dan kedudukan syari'at dalam thariqat. Maka, setiap shufi haruslah membekali diri dengan pengetahuan yang mendalam tentang syari'at. dan berimplikasi bahwa segala tindakan dan tingkah laku seorang shufi haruslah disesuaikan dengan syari'at Allah. Secara garis besar golongan tashawwuf dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1.      Golongan Ahli Tashawwuf Murtaziqah, yaitu yang ajaran kebatinannya digunakan untuk mencari rizqi, baik dengan cara halal maupun haram, melalui thariqat, tirakat, semedi.
2.      Golongan Ahli Tashawwuf menyimpang, yaitu golongan para normal atau dukun yang bisa meramalkan masa depan dan bisa mengetahui masalah ghaib menurut pengakuan mereka, bahkan bisa berhubungan dengan makhluq halus. Pokoknya golongan ini banyak mencari nilai-nilai tashawwuf dari luar Islam.
3.      Golongan Ahli Tashawwuf Murni atau hakiki yang mengambil ajaran-ajaran akhlaq dari Allah dan Rasul-Nya atau dari Al Qur'an dan Hadits.
Pada akhirnya, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa syari'at adalah salah satu unsur yang harus dilaksanakan dalam hidup bertasawuf. Syari'at dan hakikat saling berhubungan dan saling mengisi dan barangsapa yang meninggalkan syari'at dalam bertashawuf dengan alasan apa saja, maka akan batallah amalnya, bahkan akan terjerumus kedalam kekufuran yang nyata.
2.      Thariqat
Thariqat menurut pandangan para ulama' Mutashawwifin, yaitu jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yang dicontohkan oleh beliau dan para shahabatnya serta pada Tabi'in, Tabi'it tabi'in dan terus bersambung sampai kepada para guru-guru, Ulama', Kiyai-kiyai secara bersambung hingga pada masa kita sekarang ini.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh  Zainuddin bin Al.y Al MalibaryThariqat adalah suatu cara atau pendakian yang ditempuh oleh para ahli tashawwuf atau kaum mutashawwifin untuk mencapai tujuan.Dalam ilmu tashawwuf dikatakan bahwa "syari'at itu merupakan peraturan, thariqat itu merupakan pelaksanaan sedangkan hakikat merupakan keadaan dan ma'rifat merupakan tujuan yang terakhir.
Pelaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan, antara satu dengan lainnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut muncul diakibatkan sebab-sebab dari timbulnya thariqat itu sendiri. tujuan pokoknya sama dapatlah dikemukakan suatu contoh, misalnya mengenai masalah dzikir kepada Allah, dzikrullah. Ada thariqat yang mempunyai dzikir-dzikir tertentu dengan bersuara atau yang disebut dzikrul lisan, ada dzikir dzikrul Qalbi dan ada juga dikrus sir. Dari bermacam-macam cara ini pada hakikatnya tujuan utama thariqat ini tak lain adalah agar seorang hamba dapat mengenal Allahmenempuh jalan (Thariqat) untuk terbukanya rahasia dan tersingkapnya dinding (kasyaf), maka kaum shufi mengadakan kegiatan bathin, riyadlah (latihan-latihan) dan mujahadah (perjuangan) kerohanian. Perjuangan ini dinamakan suluk dan orang yang mengerjakannya dinamakan Salik.
Jelaslah bahwa thariqat itu suatu sistem atau metode untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan dengan menggunakan mata hatinya. Dan cara orang mutasywwifin untuk mendekatkan diri kepada tuhan dengan melakukan riyadlah, Mujahadah, seperti ikhlas, zuhud, tajarrud, dan sebagainya.
3.      Hakikat
Haqiqat adalah keadaan Salik sampai pada tujuan utama tasyawuf yaitu ma'rifat billah dan musyahadati nurit tajalli atau terbukanya nur cahaya yang ghaib bagi hati seseorangTajalli disini adalah terbukanya . nur cahaya yang ghoib bagi hati seseorang. Dan sangat mungkin bahwa yang dimaksud tajalli disini adalah yang Mutajalli yaitu Allah. Adapula sebagian ulama’ tashawufmengatakan bahwa yang dimaksud dengan hakikat itu ialah segala penjelasan mengenai kebanaran mutlak dari sesuatu, seperti syuhud dzat, asma, sifat, memahami rahasia-rahasia Al-Quran dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam larangan maupun perintah Tuhan.


4.      Ma'rifat
Ma'rifat adalah mengenal Allah, baik lewat sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya maupun perbuatan-perbuatan-NyaDari akar ma'rifatullah, kemudian akan mempunyai cabang-cabang ma'rifat kepada Rasul, kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitak suci-Nya, termasuk ranting- ranting-Nya yakni mu'jizat, keramat dan kewalian. Sedang puncaknya adalah ma'rifat akan kehidupan sesudah mati, dimana semua makhluq akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jelasnya mencapai ma'rifat itu tidak cukup dengan jalanmelalui dalil-dalil atau bukan semata didapat melalui akal atau banyaknya amalan, akan tetapi ma'rifat billah dapat dicapai dengan pertolongan Allah, disamping berusaha mendapatkannyamelalui amal sholeh.

C.      CONTOH ANTARA MAQAM SYARI’AT SAMPAI MA’RIFAT
Dari keempat maqam tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahakan. Jika diantara keempat maqam tersebut tidak ada, maka akan sia-sia. Dapat dicontohkan disini, semisal mengerjakan shalat; Menurut syari'at, bila seorang akan bersembahyang, wajib menghadap kiblat, karena Al Qur'an menyebutkan : "Hadapkanlah mukamu ke Masjidil Haram (Ka'bah) di Makkah. Menurut thariqat, hati wajib menghadap Allah berdasarkan Al Qur'an : "Sembahlah Aku", menurut haqiqat, kita menyembah Tuhan seolah-olah Tuhan itu nampak, berdasarkan hadits Nabi: "Sembahlah Tuhanmu, seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya* Allah melihat engkau". Selanjutnya menurut ma'rifat, ialah mengenal Allah yang disembah, dimana dengan ' khusyu' seorang hamba dalam sembahyangnya merasa berhadapan dengan Allah.

Minggu, 21 Februari 2016

RAHASIA MAKRIFATULLAH HAQ


Salam dan kemuliaan kepada Habibullah Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم. Engkaulah permata di antara segala batu-batu yang ada, hanya Allah yang mengetahui kedudukan dan kemuliaan diri kekasihNya… Engkaulah Ya Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم menjadikan sang perindu mengalirkan airmatanya tanpa ditahan-tahan.
Jika wajah Nabi Yusuf a.s melukai tangan para wanita, wajah engkau Ya Habibullah melukai hati para pencinta mu. Nabi Yusuf a.s hanya satu keindahan daripada keindahan mu yang tersembunyi. Jika semua keindahan dirimu dizahirkan Allah, nescaya semua alam ini akan hancur lantaran fana melihat akan keindahan tersebut.

Maka barang siapa yang tiada merindui untuk menatap wajah engkau Ya Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم sama ada dalam mimpinya atau di akhirat nanti, maka dustalah kecintaan mereka dalam melafazkan cinta.
Sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui dan mengenal ilmu Makrifatullah yang diambil atau ditahqiq akan hal itu dengan Mursyid yang haq, maka tiada lain melainkan jalan mereka membawa kepada zikir, tawajuh, muraqabah dan musyahadah. Barangsiapa yang memperolehi ilmu Makrifatullah yang sempurna, maka mereka adalah golongan ‘Arifbillah atau para Auliya’ Allah. Namun jika ilmu Makrifatullah diperolehi dengan tiada menghimpun baginya zikir, tawajuh, muraqabah dan musyahadah, maka mereka adalah golongan Auliya’ atau ‘Arif yang belum matang atau baligh.
Maka untuk mencapai kedewasaan atau kesempurnaan dalam maqam Auliya’, hendaklah mereka memiliki segala rahsia akan empat sayap tersebut. Sesungguhnya empat perkara tersebut adalah diwajibkan bagi para ahli Haqiqah dan ‘Arifbillah, sebagaimana diwajibkan atas ahli syariat yang aqil baligh seperti syahadat, solat lima waktu, puasa pada bulan ramadhan, mengeluarkan zakat dan mengerjakan haji bagi yang mampu.

Demikian diwajibkan bagi para ahli Haqiqah akan zikir, tawajuh, muraqabah dan musyahadah dan berkekalan keadaan tersebut sehingga ajal datang menjemput. Tetapi yang terlebih wajib bagi para ‘Arifbillah ialah “daimun qaimun”, yakni dengan sentiasa musyahadah kerana musyahadah itu adalah kesudah-sudahan amal AhliLlah dan kesudah-sudahan akan kurnia Allah Taala akan para Salik.

Firman Allah : “Dan barang siapa menyerahkan adanya kepada Allah Taala tatkala ia berbuat ihsan, maka sesungguhnya berpeganglah ia kepada tali yang tiada putus, dan kepada Allah jugalah segala urusan.” (Luqman : 22)
Prof Dr. H. Mahmud Yunus dalam Tafsir Quran Karim mentafsir ayat ini dengan katanya, “Barangsiapa menundukkan mukanya (hatinya) kepada Allah, sedang mereka berbuat baik, maka sesungguhnya ia telah berpegang dengan tali yang teguh”.

Berkata Imam Al-Ghazali rahimahullah :
فا ن العار ف من ير ى ا لحق في كل شي بل ير ا ه على كل شى ء
“Sesungguhnya ‘arif itu sesiapa yang melihat akan sesuatu, bahkan melihat Haq Allah Taala atas segala sesuatu.”
Maka zikir, tawajuh dan muraqabah adalah untuk menyampaikan kepada musyahadah jua. Zikir yang benar-benar menyampaikan maksud ialah nyata Dzat didalamnya (dinamai Ismu Dzat), nyata Sifat didalamnya (dinamakan Ismu Sifat), nyata Af’al didalamnya (dinamakan Ismu Af’al). Sesungguhnya semua Isim tersebut memberi kenyataan bagi ‘ayan tsabitah, ‘ayan tsabitah itu memberi kenyataan bagi ‘ayan kharijah.
Maka dari itulah berkata setengah Muhaqqiq bahawa, “Sesungguhnya kami tetap dengan Dia, daripada pihak ‘Ayan Tsabitah kami sekali dengan Dia pada azali kepada mazhar kerana kami rupa ilmuNya yang sabit dalam iradah DzatNya.”

Kata Syeikh Ibrahim Hamdani Qaddasallahu sirrahu :
ا نت ام انا هزا العين في العين حا شا ي من اثبات الأ ثنين
“Engkaukah atau akukah ‘ain yang dalam ‘ain ini, kecuali aku daripada mengitsbatkan dua.”
Mediatasi,wirid solat dan kunci langit.
Lalu bagaimana dengan seorang pertapa yang saya kunjungi dengan khusu’ dan terus menerus meneriakan ada kumbang makan kembang datang kambing kumbang pergi ?

Dalam hal wirid atau samadhi,atau menjangkau alam fana,banyak ulama memiliki cara dan methode yang berbeda beda.Rumi dalam menjangkau Allah dan menembus langit kesadaran diri tidak dengan diam hening dan larut dalam kekhusukan konsentrasi wirid,melainkan dengan tarian Rumi yang sangat terkenal dengan darwis dance.Rumi sebagaimana hadratusy syekh Abi hasan asy syadzali,Ibrhaim ad dasuki dan muhammad Ar Rifa’i dan Imam Nawawi atau ibnu Abad dan syek abdul qodir al jilani,juga mara mursyid india dan Pakistan memiliki cara sendiri sendiri.Maka disebut toreqoh atau jalan menuju ke ilahian atau jalan kesadaran diri,untuk membangkitkan Ruh Rabbani yang ada di dalam dirinya sendiri.

Imam Malik misalnya ,meskipun imam Syafi’i berguru padanya,dia terkenal ulama paling mashur dan kaya raya,tetapi demi menghormati rosul junjungannya mursyid maha mursyid sejati,dia tinggalkan hartannya,dia tidak menaiki bighal,atau onta,dia jalan kaki,bahkan karena dia tinggal di kota jnabi,Madinah,maka tidak tidak berani memakai alas kaki,karena Nabi yang menjadi penyempurna agama agama tetapi tidak mengharamkan agama pendahulunya,memiliki kitab penyempurna kitab kitab,Allah tetapi menjadi kan syarat kesempurnaan  iman umatnya manakala umatnya amengimani kitab pendahulunya,berpuasa sebagaimana umat pendahulunya,berjalan lurus tidak sombong dan tidak membuat kerusakan sebagai dianjurkan para pendahulunya itu dimakamkan di bumi dimana dia berdiri.Bagaimana mungkin aku berani memakai sandal padahal Adam menikah dengan hawa karena bersolawat kepadanya ?kata imam malik.

Anda tahukah,bahwa Imam Malik pengarang kitab al muathpo” adalah kitab yang dihormati seluruh dunia,bahkan melintasi berbagai agama di eropa,karena demikian runtut kodifikasi hukum dan hadist yang tertulis lengkap dengan perawi dan sanad yang jelas.beliau hafal 150.000 hadist.Masya Allah.
Kesederhanaan inilah yang menjadi tujuan utama sebagai bentuk mpengingkaran akan kemewahan dunia.bukan berarti di kesemapingkan begitu saja,tetapi ada keselarasan,ada keseimbangan antara hub dunia dan akherat.Kalau sudah sekian tahun hub kepada dunia,lalu engkau berikan  berapa tahun untuk porsi akheratmu ?

Sang petapa alas Purwa itu mengambbarkan dan mengajari dirinya dengan kalimat majas.Seekor ulat yang rakus ,begitu menetas dia makan apa saja dedaunan yang ada didepannya,tidak sing maupun malam ,tiada sedetikpun istirahat dia lakukan dalam memburu kemwahan dunia,memburu bekal dunia dan menyisakan sesedekit mungkin semua dunia kecuali yang tersimpan dalam perut dan gudang gudang hartanya.Dia sisakan tangkai yang nyaris hampir brondol dan merangas.Namun pada titik pertapaan tiba,titik zuhud tiba,dan dia mengenal benar kapan dia uzlah mengasingkan diri dari hijau dan indahnya pepohonan.dia tinggalkan ketidak pekaan pandang karena masih terhalang oileh nikmatnya dunia yang bernama daun hijau,muda dan manis.Dia menyendiri menemukan kesejatian diri ,menemukan kesadaran diri,dan menemukan terang dalam metamorfose .

Kepompong itu menjadi kuburannya,menjadi sarana dia untuk melepaskan diri dari darah dan daging,Ruh nya membutuhkan poakaian baru.,Pakaian kesempurnaan sebagai insan kamil sebagai mahluk Allah yang lebih bagus dan mampu menadatangkan kebahagiaan.siapa saja yang memandangnya.Maka setelah Allah menemuinya dan berkenan,dia menjelma menjadi seekor kupu kupu yang indah.Jika semula mahluk yang satu ini demikian menjijikan demikian mengerikan dan demikian rakus,tiba tiba menjadi mahluk yang tidak statis di dunia,dia bisa terbang kemana saja,tidak membutuhkan makanan dunia,dia menjadi sahabat para dewa,maka dia juga meninggalkan makanan dunia,dia memakan makanan dewa yang bernama madu,hinggap di bunga yang cantik,nehtar dan madu menunggunya untuk disantap.Sementara dunia rakus seperti kambing yang tidak kenal lagi kotor dan jijik,tidak enak anak dan emak,semua sahwat dapat disalurkan kepada anak kepada keponanakan kepada tetangga,sudah dia jauhi.perilaku kambing dia hindarkan.

Jika Allah sendiri yang akan memisahkan kambing dan Domba,domba di berikan kerajaan surga,karena memberi makan ,minum,menolong dan menyelimuti Allah,maka kambing dibiarkan dibakar api neraka (bible Matius).Sama halnya sang petapa dia meneriakan peringatan ada kumbang makan kembang datang kambing kumbang pergi. Peringatan Allah peringatan Nurani peringatan yang datang dari maha kebenaran hanya dapat ditangkap oleh orang yang mengenal kebenaran.Cahaya Allah hanya ditangkap oleh orang yang dikehendaki Allah,maka kumbang makan kembang yang bermadu,ketika kambing datang ,binatang ini akan pergi.Sebab la ya mutu wala yahya,khotamallahu ala qulu bihim wa ala syam ihim wa ala abshorihim nggisawatau walahum adzabun adhim. (kambing digambarkan hidup tidak matipun tidak,tidak mutu menghabiskan biaya,karena hatinya tanpa rasa,matanya tidak mampu melihat Allah dan telinganya tidak dapat mendengar bisikan Allah yang lebih dekat dari ulrat lehernya.menghadapi yang demikian sebaiknya anda pergi,karena hanya akan menghambat perjalanannmu saja.

maka seorang salik harus mengenal kehatan lingkungan,bukan saja kesehatan jasmani tetapi juga rohani sampah dunia sampah ruhani hanya akan membuat najis,.Dan Cahaya Allah Nur Allah dan Allah adalah yang maha suci,dia hanya akan dapat didekati oleh kesucian itu sendiri. Sang Patapa alas purwa mengingatkan dirinya sendiri juga mengingatkan orang lain.Kenapa HARUS KERAS,KARENA MENGINGATKAN HATI MENGGERAKAN HATI HARUS DENGAN UCAPAN KERAS.HATI YANG KOTOR DAN BERKARAT sesungguhnya sudah mati dan tidak memiliki getaran,oleh sebab itu untuk menselaraskan getaran hati iarama hati yang sesuai dengan irama Rabbani,dia getarkan dengan dzikir yang keras.

Ada yang namanya Sholat,ada yang namanya sejatining sholat ada yang namanya mahkota sholat,ada yang disebut sholat didalam sholat.Semuanya itu sesungguhnya melatih umat Muhammad untuk berdzikir,maka Nabi bersabda Ash sholatu li dzikri. sholata sesungguhnya dzikir,eling mengingat Allah sebagai yang maha segalanya,penguasa alam semesta,dan diri kita adalah makhluk yang bergantung kepada Nya.(mohon maaf saya tidak memperinci definisi sholat yang tersebut diatas,karena membutuhkan ruang dan waktu tersendiri,jika dipaksakan ditulis hanya akan melahirkan kesalah fahaman,karena tidak semua kumbang kadang kambing.tetapi mengaku beragama..afwan )
Diawali dengan takbir.Kalau rumi menggunakan tarian darwis rosulullah menggunakan tarian Allah yang disebut Sholat.maka diawali 

A. Takbir.Sebagai bentuk ikroru bi lisan,tasdik bi qolbi akmal bil arkan.Ketika mengangkat tangan,mengucapkan Allah huakbar,maka secara otomatis sesungguhnya kita masuk dunia kontemplatif,menyadari diri dari anasir api yang panas,mengangkat tangan dengan menyebut Allahu akbar adalah bentuk pengakuan akan api dalam dirinya merasa lemah dihadapan Allah,sampai fatekhah….kemudian;

B. Rukuk membundukan tubuh 90 derajat.sembari mengucapkan subkhana robbiyal adhimi wabihamdi.engkau yang maha agung dan aku menganggungkan engkau ya Allah,maka posisinya adalah nungging,sebagai kebalikan agung adalah jember.rukuk ini gerakan yang sangat merendahkan martabat.jadi bukan budaya arab,ini budaya timur,karena orang arab sangat tersinggung dengan gerakan ini.kalau gerakan pertama adalah melambangkan huruf alif dan lam,gerakan kedua ini melambangkan huruf Kha,sebagai bentuk pengakuan manusia berasal dari air. (inal insana fi akhsanitaqwim,suma rodatnahu asfalasa filin,dari air yang kotor jember menjadi mahkluk yang sempurna.Coba bayangkan benih ayam namanya telor benih ayam ini dijual dimana mana laku,ditempatkan di meja,apakah benih orang laku dijual atau di goreng misalnya hahahahahaha ,pasti anda dikira gila jika melakukannya).dan,

c. Sujud,gerakan samadi,dzikir,dan kontemplatif gerak ketiga ini menggambar pengakuan bahwa dirinya berasal dari tanah,maka kepala dan njidat sebagai pucak lambang kehormatan manusia di lekatkan ditanah,sembari mengucapkan subkhana robbiyal aqla wabihamdi,Ya Allah engkau adalah dzat yang maha tinggi dan aku meninggikanmu,maka sebagai bentuk penghormatan ku aku yang berasal dari tanah ini meletakan jidatku di atas tanah.

Bukan sebagaimana perilaku iblis ketika diminta sujud,dia beralasan ana kholaqtani min Nar,wa adam kholaqta min thin.aku dibuat olehmu dari api mengatpa aku harus bersujud sebagaimana adam yang terbuat dari tanah ? maka manusia musti meninggalkan Mind meninggalkan Egonya untuk memasuki kawasan illahiyah.kemudian gerakan sholat yang ke empat adalah 

D. Duduk,kalau gerakan ketiga melambangkan huruf mim (lubang penuh nafsu dan harus diisi dengan nur Ilahi yang tawaduk) maka gerakan keempat ini duduk seperti huruf Dal.atau Dzal, manusia menyadari dirinya dari angin.hawa,dan dipenuhi unsur nafsu,menunjukan dirinya sebagai orang yang tidak sempurna,menuju kepada kerajaan Illahi,sebagaimana hadis nabi ” Khufatul janah bi makari wa khufatun nar bi syahwati (bungkus surga adalah ketidak enakan dan kesusahan dunia,sedangkan bungkus neraka adalah hawa dan nafsu serta keinginan rendah yang nikmat nikmat bagi kulit dan daging) maka disitulah puncaknya permohonan Robighfirli,warkhamni,wajburni,warfa’ni warzukni,wahdini waafini wa’fu’ani………( ya Allah Gusti,ampuni aku,sayangilah aku,cukupkan kehidupan dunia akheratku,ya allah angkatlah derajkadku,dari dunia binatang menjadi dunia cahaya dari balutan darah dan daging menjadi cahayamu,berikanlah aku rejekimu,dan sehatkan aku serta luruskan jalan hidup menuju kepadamu serta tutuplah kesalahanku,karena sekuat tenaga apapun aku tidak mampu untuk tidak berbuat salah kepadamu.)

Mind/Pikiran Duniawi dan Ego
Sholat adalah pelepasan ego dan nafsu,dia adalah gerak dansa ruhani,bukan sekedar jengkelat jengkelit,meskipun hampir sebagian umat Islam tidak menyadarinya sebagai gerak dzikir,kontemplatif dan menuju kepada kefanaan,syareat membelengunya menjadi arena perebutan pahala mnaka banyak banyakan rekaat yang dilakukan tetapi ketenangan hati tidak ditemukan,karena gerakannya adalah gerakan pepesan kosong.
Samadi,dzikir,zuhud dan uzlah adalah saran dan disadari para wali Allah,para sufi sebagai bentuk penghilangan diri,membuat diri menjadi majasi dan yang ada hanyalah Allah sendiri sebagai cahaya langit dan bumi,pada tataran ini sesungguhnya manusia sudah menembus kerajaan langit dan Allah menyambutnya dengan tangan terbuka,maka jika ala bidikrilah tatma’inul qulub ,itu benar sudah.dzikir akan membuat pelakunya tentram karena sebagaiamana bayi dalam timangan dan dekapan sang ibundanya .

cara penghilangan diri,ego dan mind ini banyak jelannya,ada yang berteriak teriak dengan suara atau menirukan kalimat kalimat tertentu yang asing ada yang menggunakan Ohm,ada yang menggunakan la ilaha ilallah dengan keras ada yang mekai alunan musik yang pada intinya melepaskan ego dan mind sangatlah membutuhkan usaha keras.maka dengan jalan berteriak ada kumbang makan kembang datng kambing kumbang pergi ,keras dan berulang ulang adalah dibenarkan.karena suara itu dan kalimat itu sesungguhnya amewakili lambang lambang dan Robbana ma kholakta hadza bathila subkhanaka fakina adza banar.Dan sesungguhnya semua penciptaan termasuk suara dan bunyi dibuat Allah,jika engkau menciptakan suara sendiri sesungguhnya itu juga suara ciptaan Allah,tidak ada yang sia sia semua dibuat memang bermuara kepada NYa.

Maka lakukan jalur dzikir menuju kepada kefaanmu,sehingga engkau melangkah kepada kebaqa’an Allah,insya Allah. Jika engkau ,melakukannya sesungguhnya engkau menemukan kesadaran diri,siapa dirimu,dan untuk apa diciptakan Allah.dan akan kemana engkau membawa amalan ibdahmu,atau kamamu.Dan sesutu gerak yang engkau mlakukan dalam hati lewat getar suara akan mempengaruhi gerak alam semesta,maka jangan berharap Allah melupakan catatan rekamanmu.Dengan demikian sebagai wasiq Allah sebagai wakil Allah dibumi,hidupkanlah dzikirmu agar engkau mampu menebarkan kasih sayang,menebarkan ruh Rabbani Ruh Ketuhanan yang ada dalam dirimu.insya Allah.